Oleh : Sirojudin, S.Sos.I (Humas Kemenag Kab.
OKUS)
Pada tanggal 03 Januari
2012 lalu, Kementerian Agama RI memperingati hari jadinya yang ke-66.
Setelah sebelumnya, tepatnya tanggal 25 Desember 2011 lalu umat
Kristiani juga baru saja merayakan hari Raya Natal yang merupakan
hari kelahiran Yesus Kristus. Sementara tanggal 05 Februari 2012,
yang dalam hitungan kalender Islam bertepatan dengan tanggal 12
Rabiul Awal 1434 H, umat Muslim memperingati Maulid Nabi Muhammad saw
atau hari kelahiran Rasulallah saw. Terkait dengan hari-hari yang
dianggap bersejarah di atas, secara umum dalam peradaban manusia, ada
tiga peristiwa penting yang oleh manusia dianggap sebagai hari paling
bersejarah, yaitu :
kelahiran, pernikahan, dan kematian. Kelahiran
dianggap penting untuk diingat karena ia pangkal sejarah hidup.
Kelahiran merupakan pintu gerbang bagi manusia untuk melihat dan
merasakan hiruk pikuk kehidupan di alam semesta ini. Keindahan
mentari kala pagi, keagungan cakrawala kala senja, kelembutan belaian
ibu, bahkan keangkuhan seorang pemimpin yang diktator hanya bisa
dirasakan manusia ketika ia hidup. Dan kelahiranlah yang membuka
semua itu.
Sebagaimana
dimaklumi, bahwa seluruh perjalanan hidup dimulai dari kelahiran.
Maka sejak zaman dahulu banyak tradisi bahkan ritual yang didasarkan
pada peristiwa natalitas (kelahiran) ini. Fenomena memperingati
dan merayakan hari ulang tahun sering pula kita jumpai di tengah
masyarakat, setiap tahun banyak para orang tua yang membuat tradisi
perayaan ulang tahun untuk anaknya. Bahkan dikalangan para remaja,
merayakan hari jadi dengan berpesta ria menjadi pemandangan yang
lumrah untuk disaksikan. Demikian halnya dalam tuntunan dan tradisi
agama Islam pun kita mengenal pula Walimatul wiladah, Aqiqah, dan
juga peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Selain itu masih banyak
lagi perayaan-perayaan ulang tahun lainnya yang dikemas dalam
berbagai bentuk aksi dan kegiatan bhakti sosial yang digelar oleh
berbagai institusi, lembaga, atau
perusahaan-perusahaan, baik milik pemerintah maupun swasta,
semata-mata hanya untuk merayakan peringatan hari Ulang Tahunnya.
Sebagaimana peringatan Hari Amal Bhakti (HAB) yang dilakukan oleh
keluarga besar Kementerian Agama belum lama ini, adalah contoh
konkritnya.
Melihat
realita di atas, barangkali kita sepakat bahwa peringatan hari lahir
atau ulang tahun sebenarnya sudah dikenal oleh masyarakat sejak zaman
dahulu, bahkan dalam adat-istiadat atau dalam tuntunan agama
sekalipun. Lalu apa masalahnya? Inilah yang
akan kita bahas dan cermati. Pertama, kita akan bertanya mengapa
agama secara subtansial mengesahkan ulang tahun. Kedua, bagaimana
bentuk acara ulang tahun yang diperbolehkan oleh syara’. Untuk
menjawab pertanyaan pertama kita mulai dari Al-Qur’an surat
Maryam ayat 15 ” Keselamatan
baginya dihari ia dilahirkan, ia meninggal dan ia dibangkitkan ”
Ayat di atas menceritakan
bagaimana Allah memberikan ucapan selamat atas kelahiran Nabi
Yahya yang ketika itu lahir ke dunia dengan selamat. Ucapan
selamat atas kelahiran juga pernah dikatakan oleh Nabi Isa as. kepada
dirinya sendiri. Al-Qur’an menceritakannya dalam surat Maryam
:33 ”Keselamatan bagiku ketika
aku lahir, meninggal dan bangkit untuk hidup kembali. ”
Ketika
memberikan notasi pada kedua ayat ini, Ibnu Unayyah mengatakan bahwa
kondisi yang paling mengkhawatirkan (kritis) bagi seseorang adalah
ketika ia baru dilahirkan, ketika meninggal dunia dan ketika
dibangkitkan di Padang Mahsyar (alam yang menyatukan umat manusia,
dari yang pertama sampai yang terakhir). Apa yang sebenarnya
dikehendaki oleh kedua ayat di atas memang masih diperdebatkan. Namun
yang jelas, sebagian ulama menggunakan ayat ini sebagai dalil untuk
mengesahkan peringatan ulang tahun. Lalau bagaimana bentuk rasa
syukur kita kalau kita ulang tahun?. Pada suatu kesempatan, seorang
A’rabi (orang Arab kampung) bertanya kepada Rasul tentang puasa
hari senin, maka Rasulallah pun menjawab :
......
(bagus) itu hari kelahiranku. Dan hari aku menerima wahyu
Berdasarkan
hadist ini, secara implisit kita akan menemukan kausalitas hukum
disunnahkannya puasa hari senin karena hari
itu hari kelahiran Nabi. Jika demikian, maka secara tidak langsung
Rasulallah SAW mengajarkan untuk memperingati hari lahir dengan
berpuasa. Mengapa mesti berpuasa? Secara filosofi bayi yang baru
lahir adalah suci tiada dosa yang menempel. Ini artinya hubungan
antara dirinya dengan Tuhan belum terkontaminasi dengan penghianatan
atau dosa apapun. Jika perayaan ulang tahun motifasinya adalah untuk
membersihkan dosa, maka petunjuk Nabi untuk memperingati hari
kelahiran dengan berpuasa adalah sangat tepat. Sebab, diantara
manfaat berpuasa adalah membakar dosa agar kita dapat bersanding
lebih dekat dengan Allah Azza wa Jalla.
Lalu
bagaimana dengan bentuk pesta perayaan ulang tahun yang sekarang
sangat marak? Untuk mengukur boleh atau tidaknya pesta, ada dua sudut
pandang yang perlu kita lihat. Pertama, motifasi, yang kedua adalah
aksi. Yang dimaksud motofasi adalah nilai (tujuan) yang hendak
dicapai sehingga terdorong untuk merayakan ulang tahun tersebut.
Sedangkan yang dimaksud dengan aksi adalah bentuk kegiatan yang
diadakan. Kedua hal ini perlu dibahas lebih serius karena ulang tahun
pada dasarnya adalah bebas nilai. Ia tidak membenarkan atau
menyalahkan. Ulang tahun benar jika motifasinya dan aksinya benar.
Jika kurang salah satu misalnya tujuannya benar carannya salah atau
cara salah dan tujuannya benar, maka dengan tegas Islam mengatakan
peringatan ulang tahun itu salah. Dalam sebuah hadist Nabi bersabda :
” Barang
siapa menghendaki suatu tujuan dengan cara yang maksiat, maka ia akan
semakin jauh dari tujuan itu, dan semakin dekat dengan yang
dikuatirkan”.
Dari
penjelasan di atas, dapat disimpulkan beberapa pemicunya (motifasi)
orang merayakan ulang tahun. Antara lain untuk mengikuti arus budaya,
sebagai gengsi manusia modern atau untuk menunjukkan status sosial
seseorang, bahkan sebagian lagi untuk tujuan komersialisme. Jika
motifasi pelaksanaan ulang tahun seperti tiga hal tersebut jelas
ulang tahunnya tidak benar, sebab agama tidak mengajarkan hal
serendah itu. Namun jika seseorang merayakan ulang tahun dengan
tujuan untuk intropeksi diri atau memperbanyak amal saleh, maka perlu
dilihat dulu bentuk aksinya. Bila motifasinya benar dan aksinya juga
benar maka ulang tahunnya benar, jika sebaliknya maka salah.
Bagaimana bentuk aksi yang dibenarkan agama? Sesungguhnya banyak cara
ulang tahun yang dibenarkan oleh agama. Misalnya, berpuasa hataman
al-Qur’an, bersedekah kepada fakir miskin dan sebagainya.
Jelasnya yang diharamkan adalah adalah perayaan ulang tahun dengan
cara menggelar pesta yang disertai dansa, cium-ciuman dan foya-foya.
Kalau tiup lilin, itu adalah budaya yang diadobsi dari Barat atau
Eropa yang disemangati oleh al-Kitab (Injil). Yang maksud dari tiup
lilin adalah sebagai simbol untuk melupakan segala duka dan dosa yang
telah dilakukan.
Lalu
bagaimana pula dengan peringatan HAB Kemenag ke-66 yang beberapa
waktu lalu menggelar berbagai pertandingan olahraga untuk merayakan
hari jadinya. Sama halnya dengan perayaan ulang tahun lainnya,
sebagaimana yang sudah dijelaskan di atas, semua tergantung dengan
motifasi dan bentuk aksinya. Jika motifasinya adalah untuk menjalin
keakraban dan mempererat tali silaturrahim antar satker dan pegawai
di lingkungan Kemenag, seperti yang disampaikan oleh Ka. Kanwil
Kemenag Sumsel Drs. H. Najib Haitami, MM melalui Kabag TU, saat
menyampaikan kata sambutan dan arahan dalam Rakor Pemantapan
Pelaksanaan PORHAB ke-2 di Aula Kanwil Kemenag saat itu. Maka
motifasi yang ingin dicapai tidaklah salah. Kemudian bentuk aksinya
adalah dengan menggelar pertandingan olahraga.
Islam tidak
melarang umatnya untuk berolahraga, bahkan Rasulallah saw sangat
menganjurkan olahraga, hal itu ditunjukkan sendiri oleh Rasulallah
dengan bertanding gulat dengan Rukanah di depan para sahabat, padahal
lawan Rasulallah saat itu dikenal sebagai jagonya gulat. Akhirnya
dalam pertandingan itu Rasulallah ternyata keluar sebagai
pemenangnya. Secara tidak langsung Rasulallah ingin menunjukkan dan
mengajarkan kepada para sahabat dan umatnya agar memiliki tubuh yang
kuat dan senantiasa menjaga kesehatan. Selain mendatangkan banyak
manfaat untuk menjaga kebugaran fisik, banyak orang yang menjadikan
olahraga sebagai salah satu sarana yang paling efektif untuk menjalin
keakraban dan mempererat hubungan. Contoh konkritnya adalah
pelaksanaan SEAGAMES ke-26 di Palembang lalu. Dimana olahraga
dijadikan alat untuk mempererat hubungan antar negara-negara
dikawasan Asia Tenggara.
Jika
pelaksanaan perayaan HAB Kemenag didasarkan pada motifasi dan aksi
sebagaimana di atas, maka perayaan peringatan HAB yang dilakukan oleh
Kemenag beberapa waktu lalu itu adalah sah, atau tidak bertentangan
dengan nilai-nilai ajaran agama Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar