Blogroll

Selamat Datang di Iwan Gazz Blog -> Semoga bermanfaat untuk kita semua dan khususnya saya pribadi..

Selasa, 16 Oktober 2012

ULANG TAHUN DALAM PERSPEKTIF ISLAM (Mengkaji Perayaan Ulang Tahun & HAB Kemenag ke-66 dari Sudut Pandang Islam )

Oleh : Sirojudin, S.Sos.I (Humas Kemenag Kab. OKUS)


Pada tanggal 03 Januari 2012 lalu, Kementerian Agama RI memperingati hari jadinya yang ke-66. Setelah sebelumnya, tepatnya tanggal 25 Desember 2011 lalu umat Kristiani juga baru saja merayakan hari Raya Natal yang merupakan hari kelahiran Yesus Kristus. Sementara tanggal 05 Februari 2012, yang dalam hitungan kalender Islam bertepatan dengan tanggal 12 Rabiul Awal 1434 H, umat Muslim memperingati Maulid Nabi Muhammad saw atau hari kelahiran Rasulallah saw. Terkait dengan hari-hari yang dianggap bersejarah di atas, secara umum dalam peradaban manusia, ada tiga peristiwa penting yang oleh manusia dianggap sebagai hari paling bersejarah, yaitu : kelahiran, pernikahan, dan kematian. Kelahiran dianggap penting untuk diingat karena ia pangkal sejarah hidup. Kelahiran merupakan pintu gerbang bagi manusia untuk melihat dan merasakan hiruk pikuk kehidupan di alam semesta ini. Keindahan mentari kala pagi, keagungan cakrawala kala senja, kelembutan belaian ibu, bahkan keangkuhan seorang pemimpin yang diktator hanya bisa dirasakan manusia ketika ia hidup. Dan kelahiranlah yang membuka semua itu.


Sebagaimana dimaklumi, bahwa seluruh perjalanan hidup dimulai dari kelahiran. Maka sejak zaman dahulu banyak tradisi bahkan ritual yang didasarkan pada  peristiwa natalitas (kelahiran) ini. Fenomena memperingati dan merayakan hari ulang tahun sering pula kita jumpai di tengah masyarakat, setiap tahun banyak para orang tua yang membuat tradisi perayaan ulang tahun untuk anaknya. Bahkan dikalangan para remaja, merayakan hari jadi dengan berpesta ria menjadi pemandangan yang lumrah untuk disaksikan. Demikian halnya dalam tuntunan dan tradisi agama Islam pun kita mengenal pula Walimatul wiladah, Aqiqah, dan juga peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Selain itu masih banyak lagi perayaan-perayaan ulang tahun lainnya yang dikemas dalam berbagai bentuk aksi dan kegiatan bhakti sosial yang digelar oleh berbagai institusi, lembaga, atau perusahaan-perusahaan, baik milik pemerintah maupun swasta, semata-mata hanya untuk merayakan peringatan hari Ulang Tahunnya. Sebagaimana peringatan Hari Amal Bhakti (HAB) yang dilakukan oleh keluarga besar Kementerian Agama belum lama ini, adalah contoh konkritnya.
Melihat realita di atas, barangkali kita sepakat bahwa peringatan hari lahir atau ulang tahun sebenarnya sudah dikenal oleh masyarakat sejak zaman dahulu, bahkan dalam adat-istiadat atau dalam tuntunan agama sekalipun. Lalu apa masalahnya? Inilah yang akan kita bahas dan cermati. Pertama, kita akan bertanya mengapa agama secara subtansial mengesahkan ulang tahun. Kedua, bagaimana bentuk acara ulang tahun yang diperbolehkan oleh syara’. Untuk menjawab pertanyaan pertama kita mulai dari Al-Qur’an surat Maryam ayat 15 ” Keselamatan baginya dihari ia dilahirkan, ia meninggal dan ia dibangkitkan ”
Ayat di atas menceritakan bagaimana Allah memberikan ucapan selamat atas kelahiran Nabi Yahya yang ketika itu lahir ke dunia dengan selamat. Ucapan selamat atas kelahiran juga pernah dikatakan oleh Nabi Isa as. kepada dirinya sendiri. Al-Qur’an menceritakannya dalam surat Maryam :33 ”Keselamatan bagiku ketika aku lahir, meninggal dan bangkit untuk hidup kembali. ”
Ketika memberikan notasi pada kedua ayat ini, Ibnu Unayyah mengatakan bahwa kondisi yang paling mengkhawatirkan (kritis) bagi seseorang adalah ketika ia baru dilahirkan, ketika meninggal dunia dan ketika dibangkitkan di Padang Mahsyar (alam yang menyatukan umat manusia, dari yang pertama sampai yang terakhir). Apa yang sebenarnya dikehendaki oleh kedua ayat di atas memang masih diperdebatkan. Namun yang jelas, sebagian ulama menggunakan ayat ini sebagai dalil untuk mengesahkan  peringatan ulang tahun. Lalau bagaimana bentuk rasa syukur kita kalau kita ulang tahun?. Pada suatu kesempatan, seorang A’rabi (orang Arab kampung) bertanya kepada Rasul tentang puasa hari senin, maka Rasulallah pun menjawab :
...... (bagus) itu hari kelahiranku. Dan hari aku menerima wahyu
Berdasarkan hadist ini, secara implisit kita akan menemukan kausalitas hukum disunnahkannya puasa hari senin karena hari itu hari kelahiran Nabi. Jika demikian, maka secara tidak langsung Rasulallah SAW mengajarkan untuk memperingati hari lahir dengan berpuasa. Mengapa mesti berpuasa? Secara filosofi bayi yang baru lahir adalah suci tiada dosa yang menempel. Ini artinya hubungan antara dirinya dengan Tuhan belum terkontaminasi dengan penghianatan atau dosa apapun. Jika perayaan ulang tahun motifasinya adalah untuk membersihkan dosa, maka petunjuk Nabi untuk memperingati hari kelahiran dengan berpuasa adalah sangat tepat. Sebab, diantara manfaat berpuasa adalah membakar dosa agar kita dapat bersanding lebih dekat dengan Allah Azza wa Jalla.
Lalu bagaimana dengan bentuk pesta perayaan ulang tahun yang sekarang sangat marak? Untuk mengukur boleh atau tidaknya pesta, ada dua sudut pandang yang perlu kita lihat. Pertama, motifasi, yang kedua adalah aksi. Yang dimaksud motofasi adalah nilai (tujuan) yang hendak dicapai sehingga terdorong untuk merayakan ulang tahun tersebut. Sedangkan yang dimaksud dengan aksi adalah bentuk kegiatan yang diadakan. Kedua hal ini perlu dibahas lebih serius karena ulang tahun pada dasarnya adalah bebas nilai. Ia tidak membenarkan atau menyalahkan. Ulang tahun benar jika motifasinya dan aksinya benar. Jika kurang salah satu misalnya tujuannya benar carannya salah atau cara salah dan tujuannya benar, maka dengan tegas Islam mengatakan peringatan ulang tahun itu salah. Dalam sebuah hadist Nabi bersabda :
Barang siapa menghendaki suatu tujuan dengan cara yang maksiat, maka ia akan semakin jauh dari tujuan itu, dan semakin dekat dengan yang dikuatirkan”.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan beberapa pemicunya (motifasi) orang merayakan ulang tahun. Antara lain untuk mengikuti arus budaya, sebagai gengsi manusia modern atau untuk menunjukkan status sosial seseorang, bahkan sebagian lagi untuk tujuan komersialisme. Jika motifasi pelaksanaan ulang tahun seperti tiga hal tersebut jelas ulang tahunnya tidak benar, sebab agama tidak mengajarkan hal serendah itu. Namun jika seseorang merayakan ulang tahun dengan tujuan untuk intropeksi diri atau memperbanyak amal saleh, maka perlu dilihat dulu bentuk aksinya. Bila motifasinya benar dan aksinya juga benar maka ulang tahunnya benar, jika sebaliknya maka salah. Bagaimana bentuk aksi yang dibenarkan agama? Sesungguhnya banyak cara ulang tahun yang dibenarkan oleh agama. Misalnya, berpuasa hataman al-Qur’an, bersedekah kepada fakir miskin dan sebagainya. Jelasnya yang diharamkan adalah adalah perayaan ulang tahun dengan cara menggelar pesta yang disertai dansa, cium-ciuman dan foya-foya. Kalau tiup lilin, itu adalah budaya yang diadobsi dari Barat atau Eropa yang disemangati oleh al-Kitab (Injil). Yang maksud dari tiup lilin adalah sebagai simbol untuk melupakan segala duka dan dosa yang telah dilakukan.
Lalu bagaimana pula dengan peringatan HAB Kemenag ke-66 yang beberapa waktu lalu menggelar berbagai pertandingan olahraga untuk merayakan hari jadinya. Sama halnya dengan perayaan ulang tahun lainnya, sebagaimana yang sudah dijelaskan di atas, semua tergantung dengan motifasi dan bentuk aksinya. Jika motifasinya adalah untuk menjalin keakraban dan mempererat tali silaturrahim antar satker dan pegawai di lingkungan Kemenag, seperti yang disampaikan oleh Ka. Kanwil Kemenag Sumsel Drs. H. Najib Haitami, MM melalui Kabag TU, saat menyampaikan kata sambutan dan arahan dalam Rakor Pemantapan Pelaksanaan PORHAB ke-2 di Aula Kanwil Kemenag saat itu. Maka motifasi yang ingin dicapai tidaklah salah. Kemudian bentuk aksinya adalah dengan menggelar pertandingan olahraga.
Islam tidak melarang umatnya untuk berolahraga, bahkan Rasulallah saw sangat menganjurkan olahraga, hal itu ditunjukkan sendiri oleh Rasulallah dengan bertanding gulat dengan Rukanah di depan para sahabat, padahal lawan Rasulallah saat itu dikenal sebagai jagonya gulat. Akhirnya dalam pertandingan itu Rasulallah ternyata keluar sebagai pemenangnya. Secara tidak langsung Rasulallah ingin menunjukkan dan mengajarkan kepada para sahabat dan umatnya agar memiliki tubuh yang kuat dan senantiasa menjaga kesehatan. Selain mendatangkan banyak manfaat untuk menjaga kebugaran fisik, banyak orang yang menjadikan olahraga sebagai salah satu sarana yang paling efektif untuk menjalin keakraban dan mempererat hubungan. Contoh konkritnya adalah pelaksanaan SEAGAMES ke-26 di Palembang lalu. Dimana olahraga dijadikan alat untuk mempererat hubungan antar negara-negara dikawasan Asia Tenggara.
Jika pelaksanaan perayaan HAB Kemenag didasarkan pada motifasi dan aksi sebagaimana di atas, maka perayaan peringatan HAB yang dilakukan oleh Kemenag beberapa waktu lalu itu adalah sah, atau tidak bertentangan dengan nilai-nilai ajaran agama Islam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar